BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Masalah
hadits maudhu berawal dari pertentangan
politik yang terjadi pada masa khalifah Ali Bin Abi
Thalib yang berujung pada pembuatan hadits-hadits palsu yang tujuannya adalah
untuk mengalahkan lawan dan mempengaruhi orang-orang tertentu. Akibat
perpecahan politik ini, hampir setiap golongan membuat hadits maudhu
untuk memperkuat golongannya masing-masing.
Ulumul hadits merupakan suatu ilmu pengetahuan yang
komplek dan sangat menarik untuk diperbincangkan, salah satuanya adalah
mengenai hadits maudhu yang menimbulkan kontrofersi dalam keberadaannya. Suatu
pihak menanggapnya dengan apa adanya, ada juga yang menanggapinya dengan
beberapa pertimbangan dan catatan, bahkan ada pihak yang menolaknya secara
langsung.
Kemudian kami sebagai Mahasiswa yang dituntut untuk
mengkaji dan memahami polemik problematika umat yang salah satunya ditimbulkan
dari adanya hadits maudhu.
2. Rumusan masalah
a.
Apa yang dimaksud dengan hadits maudhu?
b.
Mengapa muncul hadits maudhu?
c.
Bagaimana realitas hadis maudhu?
BAB II
PEMBAHASAN
HADITS MAUDU’ (PALSU)
A. Pengertian hadits Maudu’
Maudu’
berasal dari isim maf’ul dari وضع يضع وضعاmenurut bahasa seperti (meletakan
atau minyimpan)
Sedangkan
menurut istilah hadits maudu’ adalah hadits yang dibuat-buatatau diciptakan
atau didustakan atas nama nabi
Dan para
ahli hadits mendifinisikan hadits maudu’ adalah:
هُوَ مَا نُسِبَ إِلَى رَسُوْلِ اللّه
صَلَّى اللّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إخْتِلاَقًا وَ كِذْبًا مِمَّا لَمْ
يَقُلْهُ أَوْ يَفْعَلْهُ أَوْ يُقَرَّهُ
“hadits
yang disandarkan kepada Rasulullah SAW secara dibuat-buat dan dusta, padahal
beliau tidak mengatakan, memperbuat dan mengerjakan
وَ الْمُخْتَلَعُ الْمَصْنُوْعُ
الْمَنْسُوْبُ اِلَى رَسُوْلُ اللَّه صَلَّى اللّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زوْرًا
وَبُهْتَانًا سَوَاءٌ كَانَ ذَلِكَ عَمْدًا اَوْ خَطَأً
“hadits
yang diciptakan dan dibuat oleh seorang (pendusta) yang ciptaan ini dinisbahkan
kepada Rasulullah secara paksa dan dusta, baik disengaja maupun tidak”
Dari
pengertian diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa hadits maudhu’ adalah segala
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik perbuatan, perkataan
maupun taqrirnya, secara rekaan atau dusta semata-mata. Dalam penggunaan
masyarakat islam,hadits maudhu’ disebut juga dengan Hadits palsu.
B. Sejarah Munculnya Hadits Maudhu
Masuknya
secara masal penganut agama lain kedalam islam, yang merupakan dari
keberhasilan dakwah islamiyah keseluruh pelosok dunia, secara tidak langsung
menjadi faktor munculnya hadits-hadits palsu. Kita tidak bisa menafikan bahwa
masuknya mereka keislam,disamping ada yang benar-benar ikhlas, ada juga
segolongan mereka yang mennganut agama islam hanya karena terpaksa tnduk pada
kekuasaan islam pada waktu itu. Golomngan ini kita kenal dengan kaum Munafik.
Golongan
tersebut senantiasa menyimpan dendam dan dengki terhadap islah dan senantiasa
menunggu peluang yang tepat untuk merusak dan menimbulkan keraguan dalam
hati-hati orang-orang islam. Maka datanglah waktu yang ditunggu-tunggu oleh
mereka, yaitu pada masa pemerintahan Utsman bin Affan. Golongan inilah yang
mulai menaburkan benih-benih fitnah yang pertama. salah seorang tokoh yang
berperan dalam upaya menghancurkan Islam pada masa Utsman bin Affan adalah
Abdullah bin Saba’, seorang yahudi yang menyatakan telah memeluk islam.
Dengan
bertopengkan pembelaan kepada saydina Ali dan Ahli Bait, ia menabur fitnah
untuk fitnah kepada orang ramai. Ia menyatakan bahwa Ali lebih berhak menjadi
khalifah dari pada Utsman, bahkan lebih berhak daripada Abu Bakar dan Umar.
Halitu karena, menurut Abdullah bin Saba’, sesuai dengan wasiat dari Nabi Saw.
Lalu, untuk mendukung propoganda tersebut, ia membuat suatu haditds maudhu’
yang artinya “ setiap Nabi ada penerima wasiatnya dan penerima mwasiatku
dalahali”.
Namun
penyebaran hadits Maudhu’ pada masa ini belum begitu meluas karena masih banyak
sahabat utama yang masih hidup dan mengetahui dengan penuh yakin akan suatu
kepalsuan suatu hadits. Setelah zaman shahabat berlalu, penelitian terhadap
hadits-hadits Nabi SAW, mulai melemah. Ini menyebabkan bayaknya periwayatan dan
penyebaran hadits secara tidak langsung telah menyebabkan terjadunya pendustaan
terhadap Rasulullah dan sebagian shahabat. Ditambah lagi dengan adanya konflik
politik antara umat Islam yang semakin hebat, telah membuka peluang kepada golongan
tertentu yang memcoba bersengkongkol dengan penguasa untuk memalsukan hadits.
C. Faktor-faktor penyebab munculnya Hadits
maudhu’
Terdapat
beberapa faktor tentang penyebab hadits maudhu’ ini muncul, antara lain sebagai
berikut:
1. Pertentangan politik dalamm soal pemilihan
khalifah
Kejadian ini
timbul sesudah terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan oleh para
pemberontak. Pada masa itu Umat Islam terpecah-belah menjadi beberapa
golongan. Diantara golongan-golongan tersebut, untuk mendukung
golongannya masing-masing, mereka membuat hadits palsu, yang pertama yang
paling banyak membuat hadits Maudhu’ adalah golongan Syiah dan Rafidhah.
Diantara hadits-hadits yang dibuat
golongan syiah adalah:
مَنْ اَرَادَ أَنْ يَنْظُرَ إلَى
اَدَمَ فِى عِلْمِهِ وَإِلَى نُوْحٍ فِى تَقْوَاهُ وَإِلَى إِبْرَاهِيْمَ فِي
عِلْمِهِ وَإِلَى مُوْسَى فِى هَيْبَتِهِ وَإِلَى عِيْسَى فِي عِبَادَتِهِ
فَلْيَنْظُرْ إِلَى عَلِيِّ
“ Barang siapa tyang ingin melihat Adam
tentang ketinggian ilmunya, ingin melihat Nuh tentang ketakwaannya, ingin
melihat Ibrahim tentang kebaikan hatinya, ingin melihat Musa tentang
kehebatannya, ingin melihat isa tentang ibadahnya, hendaklah melihat Ali.
إِذَ رّأَيْتُمْ
مُعَاوِيَهَ فَاقْتُلُوْهُ
Apabila kamu melihat Muawiyyah atas
mimbarku, bunuhlah dia.
Gerakan-gerakan
orang syiah tersebut diimbangi oleh golongan jumhur yang bodoh dan tidak tahu
akibat dari pemalsuan hadits tersebut dengan membuat-buat hadits-hadits palsu.
Contoh hadits palsu
مَا فِى الْجَنَّةِ شَجَرَةٌ إِلاَّ
مَكْتُوْبٌ عَلَى كُلِّ وَرَقَةٍ مِنْهَا: لاَإِلَهَ إِلاَّ اللَّه مُحَمَّدٌ
رَسُوْلُ اللّه, أَبُوْ بَكْرٍ الصِّدِّيْقُ, عُمَرُ الْفَارُوْقُ, عُثْمَانُ ذُوْ
النُّوْرَيْنِ.
Tak ada
satu pohon pun daklam syurga, melainkan tertulis pada tiap-tiap dahannya: la
ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah, Abu bakar Ash-Shiddieq, Umar Al-faruq,
dan Utsman Dzunnuraini.
Golongan yang fanatik
kepada Muawiyyah membuat pula hadits palsu yang menertangkan keutamaan
Muawiyyah, diantaranya:
اَلأُمَنَاءُ
ثَلاَثَةٌ: أَنَا وَجِبْرِيْلُ وَ مُعَاوِيَةُ
Orang yang
terpercaya itu ada tiga, yaitu Aku, Jibril Dan Muawwiyah.
2.
Adanya Kesengajaan
dari pihak lain untuk merusak Ajaran Islam
Golongan ini
adalah dari golongan Zindiq, Yahudi, Majusi, dan Nasrani yang senantiasa
menyimpan dendam terhadap agama Islam. Mereka tidak mampu untuk melawan
kekuatan Islam secara terbuka maka mereka mengambil jalan yang buruk ini.
Mereka menciptakan sejumlah besar hadits Maudhu’ dengan tujuan merusak ajaran
Islam. Sejarah mencatatAbdullah Bin Saba’ adalah seorang Yahudi yang
berpura-pura memeluk Agama Islam. Oleh sebab itu, dia berani menciptakan hadits
Maudhu’ pada saat masih banyak sahabat utama masih hidup. Diantara hadits
Maudhu’ yang diciptakan oleh orang-orang zindiq tersebut, adalah:
يَنْزِلُ رَبُّنَا
عَشِيَّةً عَلَى جَمَلٍ اَوْرَقٍ, يُصَافِحُ الرُّكْبَانَ وَ يُعَانِقُ الْمُشَاةَ
Tuhan kami turunkan dari langit pada sore hari, di Arafah
dengan bekendaraan Unta kelabu, sambil berjabatan tangan dengan orang-orang
yang berkendaraan dan memeluk orang-orang yang sedang berjalan.
النَّظْرُ إِلَى الْوَجْهِ
الْجَمِيْلِ عِبَادّةٌ
Melihat (memandang) muka yang indah adalah
ibadah.
Tokoh-tokoh terkenal yang membuat hadits
Maudhu’ dari kalangan Zindiq, adalah:
a)
Abdul Karim
bin Abi Al-Auja, telah membuat sekitar 4.000 hadits Maudhu tentang hukum
halal-haram.
b)
Muhammad bin
Sa’id Al-Mashubi, yang akhirnya dibunuh oleh Abu Ja’far Al-Mansur
c)
Bayan bin
Sam’an Al-Mahdi, yang akhirnya dihukum mati oleh Khalid bin Abdillah.
3. Mempertahankan Mahzab dalam masalah Fiqh
dan masalah Kalam
Mereka yang fanati
terhadap Madzhab Abu Hanifah yang menganggaptidak sah shalat mengagkut
kedua tangan shalat, membuat hadits Maudhu’sebagai berikut.
مَنْ رَفَعَ يَدَيْهِ فِي ال صّلاَةِ فَلاَ صَلاَةَ لَهُ
Barang siapa
mengagkat kedua tangannya didalam shalat, tidak sah shalatnya.
4. Membangkitkan gairah beribadah untuk
Mendekatkan diri kepada Allah
Mereka membuat
hadits-hadits palsu dengan tujuan menarik orang untuk lebih mendekatkan diri
kepada Allah. Melalui amalan-amalan yang mereka ciptakan. Seperti hadits-hadits
yang dibuat oleh Nuh ibn Maryam, seorang tokoh hadits maudhu,tentang keutamaan
Al-Qur’an. Ketika ditanya alasannya melakukan hal seperti itu, ia menjawab: “
Saya dapati manusia telah berpaling dari membaca Al-Qur’an maka saya membuat
hadits-hadits ini untuk menarik minat umat kembali kepada Al-qur’an.
5. Menjilat Para Penguasa untuk Mencari
Kedudukan atau Hadiah.
Seperti kisah
Ghiyats bin Ibrahim An-Nakha’i yang datang kepada Amirul mukminin Al-Mahdi,
yang sedang bermain merpati. Lalu iya mentyebut hadits dengan sanadnya secara
berturut-turut sampai kepada nabi Saw., bahwasanya beliau bersabda:
لاَ سَبَقَ إِلاَّ فِيْ نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ أَوْ جَنَاحٍ
Tidak ada perlombaan, kecuali dalam anak
panah, ketangkasan, menunggang kuda, atau burung yang bersayap.
Ia menambahkan
kata, ‘atau burung yang bersayap’, untuk meyenagkanAl-Mahdi, lalu Al-Mahdi
memberinya sepuluh dinar. Setelah ia berpaling, sang Amir berkata, “Aku
bersaksi bahwa tengkukmu adalah tengkuk pendusta atas nama Rasulullah SAW.”
Lalu memerintahkanuntuk menyembelih mengerti itu.
D. Ciri-ciri Hadits Maudhu’
- Ciri-ciri yang terdapat pada Sanad
a)
Rawi
tersebut terkenal berdusta (seorang pendusta) dan tidak ada seorang rawi yang
terpercaya yang meriwayatkan hadits dari dia
b) Pengakuan dari sipembuat sendiri, seperti
pengakuan seorang guru tasawwuf, ketika ditanya oleh ibnu ismail tentang
keutamaan ayat Al-Qur’an, maka dijawab: “tidak seorang pun yang meriwayatkan
hadits ini kepadaku. Akan tetapi, kami melihat manusia membenci Al-qur’an, kami
ciptakan untuk mereka hadits ini (tentang keutamaan ayat-ayat Al-Qur’an), agar
mereka menaruh perhatian untuk mencintai Al-Qur’an.”
c)
Kenyataan
sejarah, mereka tidak mungkin bertemu, misalnya ada pengakuan seorang rawi
bahwa ia menerima hadits dari seorang guru, padahal ia tidak pernah bertemu
dengan guru tersebut, atau ia lahir sesudah guru tersebut meninggal, misalnya
ketika Ma’mun ibn Ahmad As-Sarawi mengaku bahwa ia menerima Hadits dari Hisyam
ibn Amr kepada Ibnu Hibban maka Ibnu Hibban bertanya, “kapan engkau pergi
keSyam?” Ma’mun menjawab, “ pada tahun 250 H.” Mendengar itu Ibnu Hibban
berkata, Hisyam meninggal dunia pada tahun 245 H.”
d) Keadaan rawi dan faktor-faktor yang
mendorongnya membuat hadits maudhu’. Misalnya seperti yang dilakukan oleh
Giyats bin Ibrahim, kala ia berkunjung kerumah Al- Mahdi yang sedang bermain
dengan burung merpati yang berkata:
لاَ سَبَقَ إِلاَّ فِى نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ أَوْ جَنَاحٍ
“Tidak sah perlombaan itu, selain mengadu anak
panah, mengadu unta, mengadu kuda, atau mengadu burung
Ia menambahkan kata, “au
janahin” (atau mengadu burung), untuk menyenagkan Al-Mahdi, lalu Al-Mahdi
memberinya sepuluh ribu dirham. Setelah ia berpaling, sang Amir berkata: “ aku
bersaksi bahwa tengkukmu adalah tengkuk pendusta, atas Nama Rasulullah SAW,
lalu ia memerintahkan tentang kemaudhu’an suatu Hadits.
- Ciri-ciri yang terdapat pada Matan
a)
Keburukan
susunan lafadznya. Ciri ini akan diketahui setelah kita mendalami ilmu bayan.
Dengan mendalami ilmu bayan ini, kita akan merasakan susunan kata, mana yang
keluar dari mulut Rasulullah SAW, dan mana yang tidak mungkin keluar dari mulut
Rasulullah SAW.
b)
Kerusakan
maknanya.
1)
Karena
berlawanan dengan akal sehat, seperti Hadits:
انَّ سَفِيْنَةَ نَوْحٍ بِا لْبَيْتِ سَبْتِ سَبْعًا وَصَلَّتْ بِالْمَقَامِ
رَكْعَتَيْنِ
Sesungguhnya
bahtera Nuh bertawaf tujuh kali keliling ka’bah dan bersembahyang dimaqam
Ibrahim dua raka’at.
2)
Karena
berlawanan dengan hukum akhlak yang umum, atau menyalahi kenyataan, seperti
Hadits:
لاَيُوْلَدُ بَعْدَ الْمِائَةِ مَوْلُوْدٌ لِلّهِ فِيْهِ
حَاجَةٌ
Tiada
dilahirkan seorang anak sesudah tahun seratus, yang ada padanya keperluan bagi
Allah.
3) Karena bertentangan dengan ilmu
kedokteran, seperti hadits:
اَلْبَاذِنْجَانُ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ
Buah terong itu
penawar bagi penyakit.
4)
Karena
menyalahi undang-undang (ketentuan-ketentuan) yang ditetapkan akal kepada
Allah. Akal menetapkan bahwa Allah suci dari serupa dengan makhluqnya.
Oleh karena itu, kita menghukumi palsu hadits berikut ini:
إِنَّ الَّلهَ خَلَقَ الْفَرَسَ فَأَجْرَاهَا فَعَرِقَتْ
فَخَلَقَ نَفْسَهَا مِنْهَا
Sesungguhnya
Allah menjadikan kuda betina, lalu ia memacukannya, maka berpeluhlah kuda itu,
lalu tuhan menjadikan dirinya dari kuda itu.
5)
Karena
menyalahi hukum-hukum Allah dalam menciptakan alam, seperti hadits yang
menerangkan bahwa ‘Auj ibnu Unuq mempunyai panjang tigab ratus hasta. Ketika
Nuh menakutinya dengan air bah, ia berkata: “ketika topan terjadi, air hanya
sampai ketumitnya saja. Kalu mau makan, ia memasukan tangannya kedalam laut,
lalu membakar ikan yang diambilnya kepanas matahari yang tidak seberapa
jauh dari ujung tangannya.
6)
Karena
mengandung dongeng-dongeng yang tidak masuk akal sama sekali, seperti hadits:
اَلدِّيْكُ الْأَبْيَضُ حّبِيْبِيْ وحَبِيْبُ حَبِيْبِيْ
Ayam putih kekasihku dan kekasih dari kekasihku jibril.
7) Bertentangan
dengan keterangan Al-Qur’an, Hadits
mutawatir, dan kaidah-kaidah kulliyah. Seperti Hadits:
وَلَدُ الزِّنَا لاَيَدْ خُلُ الجَنَّةَ إِلَى سّبْعَةِ
أبْنَاءٍ
Anak zina itu
tidak dpat masuk syurga sampai tujuh turunan.
Makna hadits diatas bertentangan dengan kandungan Q. S. Al-An’am : 164,
yaitu:
وَلاَتَزِرُ وَازِرَةٌ
وِزْرَأُخْرَى
Dan seorang
yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.
Ayat diatas menjelaskan bahwa dosa seseorang tidak dapat dibebankan kepada
orng lain. Seorang anak sekali pun tidak dapat dibebani dosa orang tuanya.
8) Menerangkan suatu pahala yang sangat besar
terhadap perbuatan-perbuatan yang sangat kecil, atau siksa yang sangat besar
terhadap perbuatan yang kecil. Contohnya:
مَنْ وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ فَسَمَّاهُ مُحَمَّدًا، كَانَ هُوَ
وَمَوْلُوْدُهُ فِى الْجَنَّةِ
Barangsiapa mengucapkan tahlil (la ilaha illallh) maka Allah menciptakan
dari kalimat itu seekor burung yang mempunyai 70.000 lisan, dan setiap lisan
yang mempunyai 70.000 bahasa yang dapat memintakan ampun kepadanya.
E. Hukum membuat dan meriwayatkan hadits
maudhu’
Umat Islam
telah sepakat bahwa hukum membuat dan meriwayatkan hadits maudhu’ dengan
sengaja adalah haram secara mutkaq, bagi mereka yang sudah mengetahui
hadits itu palsu. Adapun bagi mereka yang meriwayatkan dengan tujuan memberi
tahu kepada orang bahwa hadits ini adalah palsu (menerangkan sesudah
meriwayatkan atau membacanya), tidak ada dosa atasnya.
Mereka yang
tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya atau mereka mengamalkan makna
hadits tersebut karena tidak tahu, tidak ada dosa atasnya. Akan tetapi, sesudah
mendapatkan penjelasan bahwa riwayat atau hadits yang dia ceritakan atau
amalkan itu adalah hadits palsu, hendaklah segera dia tinggalkannya, kalau
tetap dia amalkan, sedangkan dari jalan atau sanad lain tidak ada sama sekali,
hukumnya tidak boleh.
F. Kitab-kitab yang memuat hadits maudhu’
Para ulama
muhaditsin, dengan menggunakan berbagai kaidah studi kritis hadits, berhasil
mengumpulkan hadits-hadits maudhu’ dalam sejumlah karya yang cukup
banyak, di antaranya;
- Al-Maudhu’ Al-Kubra, karya Ibn Al-jauzi (ulama yang paling awal menulis dalam ilmu ini).
- Al-La’ali Al-Mashnu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah, karya As-Suyuti (Ringkasan Ibnu Al-jauzi dengan beberapa tambahan).
- Tanzihu Asy-Syari’ah Al-marfu’ah an Al-Ahadits Asy-Syani’ah Al-Maudhu’ah, karya Ibnu Iraq Al-kittani (ringkasan kedua kitab tersebut).
- Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifak, karya Al-albani
G.
Cara
mengetahui hadits maudhu
a)
Adanya
pengakuan dari pembuatannya
b)
Maknanya
rusak, dalam arti bertentangan dengan alqur’an, hadits mutawatir dan hadits
shahih
c)
Matannya
menyebutkan janji yang besar untuk perbuatan kecil.
d)
Rawinya
pendusta.
BABIII
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pengertian hadits maudhu mempunyai bermacam-macam
pendapat, walaupun demikian dapat ditarik kesimpulah bahwa hadits maudhu adalah
hadis palsu yang dibuat oleh seseorang dan disandarkan kepada nabi Muhammad
saw. Adapun latar belakangnya hadits maudhu tersebut hakikatnya adalah
pembelaan atau pembencian terhadap suatu golongan tertentu.
Hadits maudhu dapat diidentifikasi keberadaannya
dengan mengetahuinya berdasarkan metode-metode tertentu, misalnya mengetahui
ciri-ciri yang terdapat pada sanad dan matannya.
Menyikapi terhadap adanya hadits maudhu sangat
beragam, ada sekelompok orang yang menyikapinya dengan menerima tanpa
pertimbangan tertentu, ada pula yang menerimanya dengan berbagai catatan
tertentu, bahkan ada pula yang tidak menerimanya sama sekali.
B. Saran
Demikianlah
makalah Ulumul Hadits yang membahas tentang “Hadits Maudhu” ini, semoga dapat
jadikan informasi untuk kita semua. Pemakalah menyadari masih banyak kekurangan
dalm makalah ini baik dari segi penulisan maupun isinya, oleh karena itu kami
harapkan saran dan kritikan dari teman-teman maupun dosen pengampu yang
bersifat membangun untuk lebik baik dimasa yang akan datang.
Akhirnya dengan
kerendahan hati pemakalah mengucapkan ribuan terimakasih atas semua pihak yang
membantu menyelesaikan makalah ini. Akhir kata billahitaufik walhidayah wassalamualaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Fatah Abu Ghuddah, lamhat Min Tarikh As-Sunnah wa Ulum Al-Hadits
Fathur
Rahman, Ikhtisar Musthalahahul Hadits, Bandung: Al-Ma’arif, 1974
Drs. Munzier suprapto. M.
A, dan Drs. Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadits, raja grapindo persada,
Jakarta, 1993
Drs. M. Agus Solahudin, M.
Ag, dan Agus Suyadi, Lc. M. Ag, Ulumul Hadits, Bandung: Pustaka Setia,
2009
Khusniati
Rofiah, studi ilmu Hadits, stain po prees, bandung, 2010
Mahmud abu
rayah, adlwa’ ‘ala sunnah al muhammadiyah, Dar al-Ma’arif, Mekah, 1997
Mahmud
At-Tahhan, Tafsir Musthalah Al-Hadits, Beirut: Dar Al-Qur’an Al-Karim,
1979
M. ‘Ajjaj Al-Khatib. Ushul
Al-Hadits. Terj. H. M. Qodirun dan Ahmad Musyafiq, Jakarta: Gaya Media
Pratama. 1997
M. Hasbi Ash-Shiddiqy. Sejarah
dan Pengantar Ilmu Hadits, jakarta: Bulan Bintang, 1987
Subhi
as-Salih, ‘ulum al-hadits wa Mustalahahuh, Dar al-ilm al-malayin, 1997