Powered By Blogger

Tuesday, May 7, 2013

makalah hadits maudhu'


BAB I
PENDAHULUAN



1.      Latar Belakang
Masalah hadits maudhu berawal dari pertentangan politik yang terjadi pada masa khalifah Ali Bin Abi Thalib yang berujung pada pembuatan hadits-hadits palsu yang tujuannya adalah untuk mengalahkan lawan dan mempengaruhi orang-orang tertentu. Akibat perpecahan politik ini, hampir setiap golongan membuat hadits maudhu untuk memperkuat golongannya masing-masing.
Ulumul hadits merupakan suatu ilmu pengetahuan yang komplek dan sangat menarik untuk diperbincangkan, salah satuanya adalah mengenai hadits maudhu yang menimbulkan kontrofersi dalam keberadaannya. Suatu pihak menanggapnya dengan apa adanya, ada juga yang menanggapinya dengan beberapa pertimbangan dan catatan, bahkan ada pihak yang menolaknya secara langsung.
Kemudian kami sebagai Mahasiswa yang dituntut untuk mengkaji dan memahami polemik problematika umat yang salah satunya ditimbulkan dari adanya hadits maudhu.

2.      Rumusan masalah
a.    Apa yang dimaksud dengan hadits maudhu?
b.   Mengapa muncul hadits maudhu?
c.    Bagaimana realitas hadis maudhu?







BAB II
PEMBAHASAN
HADITS MAUDU’ (PALSU)


A.    Pengertian hadits Maudu’
Maudu’ berasal dari isim maf’ul dari    وضع يضع وضعاmenurut bahasa seperti  (meletakan atau minyimpan)
Sedangkan menurut istilah hadits maudu’ adalah hadits yang dibuat-buatatau diciptakan atau didustakan atas nama nabi
Dan para ahli hadits mendifinisikan hadits maudu’ adalah:
هُوَ مَا نُسِبَ إِلَى رَسُوْلِ اللّه صَلَّى اللّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إخْتِلاَقًا وَ كِذْبًا مِمَّا لَمْ يَقُلْهُ  أَوْ يَفْعَلْهُ أَوْ يُقَرَّهُ
hadits yang disandarkan kepada Rasulullah SAW secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan, memperbuat dan mengerjakan

وَ الْمُخْتَلَعُ الْمَصْنُوْعُ الْمَنْسُوْبُ اِلَى رَسُوْلُ اللَّه صَلَّى اللّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زوْرًا وَبُهْتَانًا سَوَاءٌ كَانَ ذَلِكَ عَمْدًا اَوْ خَطَأً
“hadits yang diciptakan dan dibuat oleh seorang (pendusta) yang ciptaan ini dinisbahkan kepada Rasulullah secara paksa dan dusta, baik disengaja maupun tidak”
Dari pengertian diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa hadits maudhu’ adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik perbuatan, perkataan maupun taqrirnya, secara rekaan atau dusta semata-mata. Dalam penggunaan masyarakat islam,hadits maudhu’ disebut juga dengan Hadits palsu.

B.     Sejarah Munculnya Hadits Maudhu
Masuknya secara masal penganut agama lain kedalam islam, yang merupakan dari keberhasilan dakwah islamiyah keseluruh pelosok dunia, secara tidak langsung menjadi faktor munculnya hadits-hadits palsu. Kita tidak bisa menafikan bahwa masuknya mereka keislam,disamping ada yang benar-benar ikhlas, ada juga segolongan mereka yang mennganut agama islam hanya karena terpaksa tnduk pada kekuasaan islam pada waktu itu. Golomngan ini kita kenal dengan kaum Munafik.
Golongan tersebut senantiasa menyimpan dendam dan dengki terhadap islah dan senantiasa menunggu peluang yang tepat untuk merusak dan menimbulkan keraguan dalam hati-hati orang-orang islam. Maka datanglah waktu yang ditunggu-tunggu oleh mereka, yaitu pada masa pemerintahan Utsman bin Affan. Golongan inilah yang mulai menaburkan benih-benih fitnah yang pertama. salah seorang tokoh yang berperan dalam upaya menghancurkan Islam pada masa Utsman bin Affan adalah Abdullah bin Saba’, seorang yahudi  yang menyatakan telah memeluk islam.
Dengan bertopengkan pembelaan kepada saydina Ali dan Ahli Bait, ia menabur fitnah untuk fitnah kepada orang ramai. Ia menyatakan bahwa Ali lebih berhak menjadi khalifah dari pada Utsman, bahkan lebih berhak daripada Abu Bakar dan Umar. Halitu karena, menurut Abdullah bin Saba’, sesuai dengan wasiat dari Nabi Saw. Lalu, untuk mendukung propoganda tersebut, ia membuat suatu haditds maudhu’ yang artinya “ setiap Nabi ada penerima wasiatnya dan penerima mwasiatku dalahali”.
Namun penyebaran hadits Maudhu’ pada masa ini belum begitu meluas karena masih banyak sahabat utama yang masih hidup dan mengetahui dengan penuh yakin akan suatu kepalsuan suatu hadits. Setelah zaman shahabat berlalu, penelitian terhadap hadits-hadits Nabi SAW, mulai melemah. Ini menyebabkan bayaknya periwayatan dan penyebaran hadits secara tidak langsung telah menyebabkan terjadunya pendustaan terhadap Rasulullah dan sebagian shahabat. Ditambah lagi dengan adanya konflik politik antara umat Islam yang semakin hebat, telah membuka peluang kepada golongan tertentu yang memcoba bersengkongkol dengan penguasa untuk memalsukan hadits.

C.    Faktor-faktor penyebab munculnya Hadits maudhu’
Terdapat beberapa faktor tentang penyebab hadits maudhu’ ini muncul, antara lain sebagai berikut:

1.      Pertentangan politik dalamm soal pemilihan khalifah
Kejadian ini timbul sesudah terbunuhnya  Khalifah Utsman bin Affan oleh para pemberontak. Pada masa itu Umat Islam terpecah-belah menjadi beberapa golongan.  Diantara golongan-golongan tersebut, untuk mendukung golongannya masing-masing, mereka membuat hadits palsu, yang pertama yang paling banyak  membuat hadits Maudhu’ adalah golongan Syiah dan Rafidhah.
Diantara hadits-hadits yang dibuat golongan syiah adalah:
مَنْ اَرَادَ أَنْ يَنْظُرَ إلَى اَدَمَ فِى عِلْمِهِ وَإِلَى نُوْحٍ فِى تَقْوَاهُ وَإِلَى إِبْرَاهِيْمَ فِي عِلْمِهِ وَإِلَى مُوْسَى فِى هَيْبَتِهِ وَإِلَى عِيْسَى فِي عِبَادَتِهِ فَلْيَنْظُرْ إِلَى عَلِيِّ
“ Barang siapa tyang ingin melihat Adam tentang ketinggian ilmunya, ingin melihat Nuh tentang ketakwaannya, ingin melihat Ibrahim tentang kebaikan hatinya, ingin melihat Musa tentang kehebatannya, ingin melihat isa tentang ibadahnya, hendaklah melihat Ali.
إِذَ رّأَيْتُمْ مُعَاوِيَهَ فَاقْتُلُوْهُ
Apabila kamu melihat Muawiyyah atas mimbarku, bunuhlah dia.
Gerakan-gerakan orang syiah tersebut diimbangi oleh golongan jumhur yang bodoh dan tidak tahu akibat dari pemalsuan hadits tersebut dengan membuat-buat hadits-hadits palsu. Contoh hadits palsu
مَا فِى الْجَنَّةِ شَجَرَةٌ إِلاَّ مَكْتُوْبٌ عَلَى كُلِّ وَرَقَةٍ مِنْهَا: لاَإِلَهَ إِلاَّ اللَّه مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللّه, أَبُوْ بَكْرٍ الصِّدِّيْقُ, عُمَرُ الْفَارُوْقُ, عُثْمَانُ ذُوْ النُّوْرَيْنِ.
 Tak ada satu pohon pun daklam syurga, melainkan tertulis pada tiap-tiap dahannya: la ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah, Abu bakar Ash-Shiddieq, Umar Al-faruq, dan Utsman Dzunnuraini.   
 Golongan yang fanatik kepada Muawiyyah membuat pula hadits palsu yang menertangkan keutamaan Muawiyyah, diantaranya:
اَلأُمَنَاءُ ثَلاَثَةٌ: أَنَا وَجِبْرِيْلُ وَ مُعَاوِيَةُ
Orang yang terpercaya itu ada tiga, yaitu Aku, Jibril Dan Muawwiyah.



2.        Adanya Kesengajaan dari pihak lain untuk merusak Ajaran Islam
Golongan ini adalah dari golongan Zindiq, Yahudi, Majusi, dan Nasrani yang senantiasa menyimpan dendam terhadap agama  Islam. Mereka tidak mampu untuk melawan kekuatan Islam secara terbuka maka mereka mengambil jalan yang buruk ini. Mereka menciptakan sejumlah besar hadits Maudhu’ dengan tujuan merusak ajaran Islam. Sejarah mencatatAbdullah Bin Saba’ adalah seorang Yahudi yang berpura-pura memeluk Agama Islam. Oleh sebab itu, dia berani menciptakan hadits Maudhu’ pada saat masih banyak sahabat utama masih hidup. Diantara hadits Maudhu’ yang diciptakan oleh orang-orang zindiq tersebut, adalah:
يَنْزِلُ رَبُّنَا عَشِيَّةً عَلَى جَمَلٍ اَوْرَقٍ, يُصَافِحُ الرُّكْبَانَ وَ يُعَانِقُ الْمُشَاةَ
Tuhan kami turunkan dari langit pada sore hari, di Arafah dengan bekendaraan Unta kelabu, sambil berjabatan tangan dengan orang-orang yang berkendaraan dan memeluk orang-orang yang sedang berjalan.
النَّظْرُ إِلَى الْوَجْهِ الْجَمِيْلِ عِبَادّةٌ
Melihat (memandang) muka yang indah adalah ibadah.
Tokoh-tokoh terkenal yang membuat hadits Maudhu’ dari kalangan Zindiq, adalah:
a)      Abdul Karim bin Abi Al-Auja, telah membuat sekitar  4.000 hadits Maudhu tentang hukum halal-haram.
b)      Muhammad bin Sa’id Al-Mashubi, yang akhirnya dibunuh oleh Abu Ja’far Al-Mansur
c)      Bayan bin Sam’an Al-Mahdi, yang akhirnya dihukum mati oleh Khalid bin Abdillah.

3.      Mempertahankan Mahzab dalam masalah Fiqh dan masalah Kalam
Mereka yang fanati terhadap Madzhab Abu Hanifah yang menganggaptidak sah shalat  mengagkut kedua tangan shalat, membuat hadits Maudhu’sebagai berikut.
مَنْ رَفَعَ يَدَيْهِ فِي ال صّلاَةِ فَلاَ صَلاَةَ لَهُ
Barang siapa mengagkat kedua tangannya didalam shalat, tidak sah shalatnya.
4.      Membangkitkan gairah beribadah untuk Mendekatkan diri kepada Allah
Mereka membuat hadits-hadits palsu dengan tujuan menarik orang untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Melalui amalan-amalan yang mereka ciptakan. Seperti hadits-hadits yang dibuat oleh Nuh ibn Maryam, seorang tokoh hadits maudhu,tentang keutamaan Al-Qur’an. Ketika ditanya alasannya melakukan hal seperti itu, ia menjawab: “ Saya dapati manusia telah berpaling dari membaca Al-Qur’an maka saya membuat hadits-hadits ini untuk menarik minat umat kembali kepada Al-qur’an.

5.      Menjilat Para Penguasa untuk Mencari Kedudukan atau Hadiah.
Seperti kisah Ghiyats bin Ibrahim An-Nakha’i yang datang kepada Amirul mukminin Al-Mahdi, yang sedang bermain merpati. Lalu iya mentyebut hadits dengan sanadnya secara berturut-turut sampai kepada nabi Saw., bahwasanya beliau bersabda:
لاَ سَبَقَ إِلاَّ فِيْ نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ أَوْ جَنَاحٍ
Tidak ada perlombaan, kecuali dalam anak panah, ketangkasan, menunggang kuda, atau burung yang bersayap.
Ia menambahkan kata, ‘atau burung yang bersayap’, untuk meyenagkanAl-Mahdi, lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh dinar. Setelah ia berpaling, sang Amir berkata, “Aku bersaksi bahwa tengkukmu adalah tengkuk pendusta atas nama Rasulullah SAW.” Lalu memerintahkanuntuk menyembelih mengerti itu.

D.    Ciri-ciri Hadits Maudhu’
  1. Ciri-ciri yang terdapat pada Sanad
a)      Rawi tersebut terkenal berdusta (seorang pendusta) dan tidak ada seorang rawi yang terpercaya yang meriwayatkan hadits dari dia
b)      Pengakuan dari sipembuat sendiri, seperti pengakuan seorang guru tasawwuf, ketika ditanya oleh ibnu ismail tentang keutamaan ayat Al-Qur’an, maka dijawab: “tidak seorang pun yang meriwayatkan hadits ini kepadaku. Akan tetapi, kami melihat manusia membenci Al-qur’an, kami ciptakan untuk mereka hadits ini (tentang keutamaan ayat-ayat Al-Qur’an), agar mereka menaruh perhatian untuk mencintai Al-Qur’an.”
c)      Kenyataan sejarah, mereka tidak mungkin bertemu, misalnya ada pengakuan seorang rawi bahwa ia menerima hadits dari seorang guru, padahal ia tidak pernah bertemu dengan guru tersebut, atau ia lahir sesudah guru tersebut meninggal, misalnya ketika Ma’mun ibn Ahmad As-Sarawi mengaku bahwa ia menerima Hadits dari Hisyam ibn Amr kepada Ibnu Hibban maka Ibnu Hibban bertanya, “kapan engkau pergi keSyam?” Ma’mun menjawab, “ pada tahun 250 H.” Mendengar itu Ibnu Hibban berkata, Hisyam meninggal dunia pada tahun 245 H.”
d)    Keadaan rawi dan faktor-faktor yang mendorongnya membuat hadits maudhu’. Misalnya seperti yang dilakukan oleh Giyats bin Ibrahim, kala ia berkunjung kerumah Al- Mahdi yang sedang bermain dengan burung merpati yang berkata:
لاَ سَبَقَ إِلاَّ فِى نَصْلٍ أَوْ خُفٍّ أَوْ حَافِرٍ أَوْ جَنَاحٍ
“Tidak sah perlombaan itu, selain mengadu anak panah, mengadu unta, mengadu kuda, atau mengadu burung
Ia menambahkan kata, “au janahin” (atau mengadu burung), untuk menyenagkan Al-Mahdi, lalu Al-Mahdi memberinya sepuluh ribu dirham. Setelah ia berpaling, sang Amir berkata: “ aku bersaksi bahwa tengkukmu adalah tengkuk pendusta, atas Nama Rasulullah SAW, lalu ia memerintahkan tentang kemaudhu’an suatu Hadits.

  1. Ciri-ciri yang terdapat pada Matan
a)      Keburukan susunan lafadznya. Ciri ini akan diketahui setelah kita mendalami ilmu bayan. Dengan mendalami ilmu bayan ini, kita akan merasakan susunan kata, mana yang keluar dari mulut Rasulullah SAW, dan mana yang tidak mungkin keluar dari mulut Rasulullah SAW.



b)      Kerusakan maknanya.
1)      Karena berlawanan dengan akal sehat, seperti Hadits:

انَّ سَفِيْنَةَ نَوْحٍ بِا لْبَيْتِ سَبْتِ سَبْعًا وَصَلَّتْ بِالْمَقَامِ رَكْعَتَيْنِ
Sesungguhnya bahtera Nuh bertawaf tujuh kali keliling ka’bah dan bersembahyang dimaqam Ibrahim dua raka’at.

2)      Karena berlawanan dengan hukum akhlak yang umum, atau menyalahi kenyataan, seperti Hadits:

لاَيُوْلَدُ بَعْدَ الْمِائَةِ مَوْلُوْدٌ لِلّهِ فِيْهِ حَاجَةٌ
Tiada dilahirkan seorang anak sesudah tahun seratus, yang ada padanya keperluan bagi Allah.

3)    Karena bertentangan dengan ilmu kedokteran, seperti hadits:
اَلْبَاذِنْجَانُ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ
Buah terong itu penawar bagi penyakit.

4)      Karena menyalahi undang-undang (ketentuan-ketentuan) yang ditetapkan akal kepada Allah.  Akal menetapkan bahwa Allah suci dari serupa dengan makhluqnya. Oleh karena itu, kita menghukumi palsu hadits berikut ini:
إِنَّ الَّلهَ خَلَقَ الْفَرَسَ فَأَجْرَاهَا فَعَرِقَتْ فَخَلَقَ نَفْسَهَا مِنْهَا
Sesungguhnya Allah menjadikan kuda betina, lalu ia memacukannya, maka berpeluhlah kuda itu, lalu tuhan menjadikan dirinya dari kuda itu.

5)      Karena menyalahi hukum-hukum Allah dalam menciptakan alam, seperti hadits yang menerangkan bahwa ‘Auj ibnu Unuq mempunyai panjang tigab ratus hasta. Ketika Nuh menakutinya dengan air bah, ia berkata: “ketika topan terjadi, air hanya sampai ketumitnya saja. Kalu mau makan, ia memasukan tangannya kedalam laut, lalu  membakar ikan yang diambilnya kepanas matahari yang tidak seberapa jauh dari ujung tangannya.
6)      Karena mengandung dongeng-dongeng yang tidak masuk akal sama sekali, seperti hadits:
اَلدِّيْكُ الْأَبْيَضُ حّبِيْبِيْ وحَبِيْبُ حَبِيْبِيْ
Ayam putih kekasihku dan kekasih dari kekasihku jibril.

7)    Bertentangan dengan keterangan Al-Qur’an, Hadits mutawatir, dan kaidah-kaidah kulliyah. Seperti Hadits:
وَلَدُ الزِّنَا لاَيَدْ خُلُ الجَنَّةَ إِلَى سّبْعَةِ أبْنَاءٍ
Anak zina itu tidak dpat masuk syurga sampai tujuh turunan.

Makna hadits diatas bertentangan dengan kandungan Q. S. Al-An’am : 164, yaitu:
وَلاَتَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَأُخْرَى
Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.
Ayat diatas menjelaskan bahwa dosa seseorang tidak dapat dibebankan kepada orng lain. Seorang anak sekali pun tidak dapat dibebani dosa orang tuanya.

8)    Menerangkan suatu pahala yang sangat besar terhadap perbuatan-perbuatan yang sangat kecil, atau siksa yang sangat besar terhadap perbuatan yang kecil. Contohnya:
مَنْ وُلِدَ لَهُ وَلَدٌ فَسَمَّاهُ مُحَمَّدًا، كَانَ هُوَ وَمَوْلُوْدُهُ فِى الْجَنَّةِ
Barangsiapa mengucapkan tahlil (la ilaha illallh) maka Allah menciptakan dari kalimat itu seekor burung yang mempunyai 70.000 lisan, dan setiap lisan yang mempunyai 70.000 bahasa yang dapat memintakan ampun kepadanya.


E.     Hukum membuat dan meriwayatkan hadits maudhu’
Umat Islam telah sepakat bahwa hukum membuat dan meriwayatkan hadits maudhu’ dengan sengaja adalah haram secara mutkaq, bagi mereka yang sudah mengetahui hadits itu palsu. Adapun bagi mereka yang meriwayatkan dengan tujuan memberi tahu kepada orang bahwa hadits ini adalah palsu (menerangkan sesudah meriwayatkan atau membacanya), tidak ada dosa atasnya.
Mereka yang tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya atau mereka mengamalkan makna hadits tersebut karena tidak tahu, tidak ada dosa atasnya. Akan tetapi, sesudah mendapatkan penjelasan bahwa riwayat atau hadits yang dia ceritakan atau amalkan itu adalah hadits palsu, hendaklah segera dia tinggalkannya, kalau tetap dia amalkan, sedangkan dari jalan atau sanad lain tidak ada sama sekali, hukumnya tidak boleh.

F.     Kitab-kitab yang memuat hadits maudhu’
Para ulama muhaditsin, dengan menggunakan berbagai kaidah studi kritis hadits, berhasil mengumpulkan hadits-hadits maudhu’ dalam sejumlah karya yang cukup banyak, di antaranya;
  1. Al-Maudhu’ Al-Kubra, karya Ibn Al-jauzi (ulama yang paling awal menulis dalam ilmu ini).
  2. Al-La’ali Al-Mashnu’ah fi Al-Ahadits Al-Maudhu’ah, karya As-Suyuti (Ringkasan Ibnu Al-jauzi dengan beberapa tambahan).
  3. Tanzihu Asy-Syari’ah Al-marfu’ah an Al-Ahadits Asy-Syani’ah Al-Maudhu’ah, karya Ibnu Iraq Al-kittani (ringkasan kedua kitab tersebut).
  4. Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifak, karya Al-albani

G.    Cara mengetahui hadits maudhu
a)      Adanya pengakuan dari pembuatannya
b)      Maknanya rusak, dalam arti bertentangan dengan alqur’an, hadits mutawatir dan hadits shahih
c)      Matannya menyebutkan janji yang besar untuk perbuatan kecil.
d)     Rawinya pendusta.
BABIII
PENUTUP


A.    KESIMPULAN
Pengertian hadits maudhu mempunyai bermacam-macam pendapat, walaupun demikian dapat ditarik kesimpulah bahwa hadits maudhu adalah hadis palsu yang dibuat oleh seseorang dan disandarkan kepada nabi Muhammad saw. Adapun latar belakangnya hadits maudhu tersebut hakikatnya adalah pembelaan atau pembencian terhadap suatu golongan tertentu.
Hadits maudhu dapat diidentifikasi keberadaannya dengan mengetahuinya berdasarkan metode-metode tertentu, misalnya mengetahui ciri-ciri yang terdapat pada sanad dan matannya.
Menyikapi terhadap adanya hadits maudhu sangat beragam, ada sekelompok orang yang menyikapinya dengan menerima tanpa pertimbangan tertentu, ada pula yang menerimanya dengan berbagai catatan tertentu, bahkan ada pula yang tidak menerimanya sama sekali.

B.     Saran
Demikianlah makalah Ulumul Hadits yang membahas tentang “Hadits Maudhu” ini, semoga dapat jadikan informasi untuk kita semua. Pemakalah menyadari masih banyak kekurangan dalm makalah ini baik dari segi penulisan maupun isinya, oleh karena itu kami harapkan saran dan kritikan dari teman-teman maupun dosen pengampu yang bersifat membangun untuk lebik baik dimasa yang akan datang.
Akhirnya dengan kerendahan hati pemakalah mengucapkan ribuan terimakasih atas semua pihak yang membantu menyelesaikan makalah ini. Akhir kata billahitaufik walhidayah wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.   



DAFTAR PUSTAKA


Abdul Fatah Abu Ghuddah, lamhat Min Tarikh As-Sunnah wa Ulum Al-Hadits
Fathur Rahman, Ikhtisar Musthalahahul Hadits, Bandung: Al-Ma’arif, 1974
Drs. Munzier suprapto. M. A, dan Drs. Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadits, raja grapindo persada, Jakarta, 1993

Drs. M. Agus Solahudin, M. Ag, dan Agus Suyadi, Lc. M. Ag, Ulumul Hadits, Bandung: Pustaka Setia, 2009

Khusniati Rofiah, studi ilmu Hadits, stain po prees, bandung, 2010
Mahmud abu rayah, adlwa’ ‘ala sunnah al muhammadiyah, Dar al-Ma’arif, Mekah, 1997
Mahmud At-Tahhan, Tafsir Musthalah Al-Hadits, Beirut: Dar Al-Qur’an Al-Karim, 1979
M. ‘Ajjaj  Al-Khatib. Ushul Al-Hadits. Terj. H. M. Qodirun dan Ahmad Musyafiq, Jakarta: Gaya Media Pratama. 1997

M. Hasbi Ash-Shiddiqy. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, jakarta: Bulan Bintang, 1987

Subhi as-Salih, ‘ulum al-hadits wa Mustalahahuh, Dar al-ilm al-malayin, 1997


makalah sejarah ulumul qur'an



MAKALAH
SEJARAH ‘ULUMUL QUR’AN

logo3
UIN SUSKA RIAU

Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mandiri
mata kuliah ‘Ulumul Qur’an II

Dosen pembimbing: Drs. Ali Akbar M. Si

Penyusun :

MUHAMMAD FAIZ
NIM:11232104717

JURUSAN TAFSIR HADITS FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2013 M/1434 H



KATA PENGANTAR

Assalamualaikum  warahmatullahi wabarakatuh Segala puji hanya untuk Allah SWT Tuhan Semesta Alam. Sholawat dan salam tetap tercurahkan dan dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, serta keluarga, sahabat, dan pengikutnya.
Segala puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberikan segala karunianya sehingga penulis bisa menyelesaikan pembuatan makalah yang telah diberikan kepada penulis dengan judul “Sejarah Ulumul Qur’an”.
Penulis berharap agar semua pengetahuan dan pengalaman yang telah penulis peroleh selama penyusunan makalah ini dapat bermanfaat sebagai bekal dikemudian hari
Akhirnya, atas segala keterbatasan yang dimiliki oleh penulis apabila terdapat kekurangan dan kesalahan mohon maaf, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang hendak menambah wawasan dan pengetahuan, kepada semua pihak yang telah membantu sehingga terselesaikan dengan baik, penulis menyampaikan terima kasih .


Pekanbaru,   Januari 2013








DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR--------------------------------------------------------------
DAFTAR ISI------------------------------------------------------------------------
BAB I PENDAHULUAN----------------------------------------------------------
A.    Latar Belakang---------------------------------------------------------------
B.     Rumusan Masalah------------------------------------------------------------
BAB II PEMBAHASAN-----------------------------------------------------------
A.    Pengertian dan Sejarah Ulumul Qur’an--------------------------------------
B.     Beberapa Ruang Lingkup Pembahasan Ulumul Qur’an---------------------
C.     Fase Perkembangan Ulumul Qur’an-----------------------------------------
D.    Perkembangan Ulumul Qur’an-----------------------------------------------
BAB III PENUTUP----------------------------------------------------------------
A.    Kesimpulan-------------------------------------------------------------------
B.     Saran-------------------------------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA--------------------------------------------------------------            











BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Al-Qur’an adalah sumber hukum islam yang pertama.sehingga kita hendaknya harus dapat memahami tentang kandungan di dalamnya. Al-Qur’an dengan huruf-hurufnya, bab-babnya, surat-suratnya dan ayat-ayatnya yang sama di seluruh dunia, baik di Jepang, Brasilia, Iraq dan lain-lain. Andaikata ia bukan dari allah Swt, tentu terdapat perbedaan yang banyak.
Al-Qur’an adalah laksana sinar yang memberikan penerangan terhadap kehidupan manusia, bagaikan pelita yang memberikan cahaya kearah hidayah ma’rifah. Al-Qur’an juga adalah kitab hidayah dan ijaz (melemahkan yang lain). Ayat-ayatnya tentu ditetapkan kemudian diperinci dari allah Swt. Yang maha bijaksana dan maha mengetahui.
Oleh karena itu kita sebagai umat islam harus benar-benar mengetahui kandungan-kandungan yang ada didalamnya dari berbagai aspek. Ulumul Qur’an adalah salah satu jalan yang bisa membawa kita dalam memahami kandungan Al-Qur’an.
Selain memahami alqur’an kita juga perlu tau mengetahui bagaimana perkembangan ulumul qur’an dan siapa saja tokoh-tokoh yang menjadi pendongkrak munculnya ulumul qur’an. Secara tidak langsung pemikiran merekalah yang mengilhami kita dalam memaham al-qur’an.

B.   Rumusan Masalah
1.   Apa pengertian Ulumul Qur’an dan sejarah. ?
2.   Sebatas mana ruang lingkup Ulumul Qur’an. ?
3.   Bagaimana perkembangan Ulumul Qur’an. ?
4.   Siapa ulama dan apa saja karya-karya mereka yang berhubungan dengan Ulumul Qur’an ?




BAB II
PEMBAHASAN
SEJARAH ULUMUL QUR’AN

A.    Pengertian dan Sejarah Ulumul Qur’an
Ungkapan Ulumul Qur’an berasal dari bahasa arab, yaitu Ulum dan Al-Qur’an. Kata Ulum merupakan bentuk jama’ dari kata Ilmu, ilmu yang dimaksud disini sebagaimana didefinisikan Abu Syahbah adalah sejumlah materi pembahasan yang dibatasi kesatuan tema ataupun tujuan. Adapun Al-Qur’an sebagaimana didefinisikan sebagian ulama adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi-Nya Muhammad SAW, yang lafadz-lafadznya mengandung mukjizat, dan ditulis pada mushaf mulai dari awal Surat Al-Fatihah(1) sampai akhir Surat An-Nas(114). Dengan demikian , secara bahasa ulumul qur’an adalah ilmu (pembahasan) yang berkaitan dengan Al Qur’an.
Adapun secara definisi umum Ulumul Qur’an adalah sejumlah pembahasan yang berkaitan dengan Al-Qur’an dan pembahasan itu menyangkut materi-materi yang selanjutnya menjadi pokok-pokok bahasan Ulumul Qur’an.
Mengenai kemunculan istilah ulumul qur’an untuk yang pertama kalinya para penulis menyatakan bahwa Abu Al-Farj Bin Al-Jauzi – lah yang pertama kali memunculkan kata tersebut pada abad ke-6 H. adapun Az-Zarqani menyatakan bahwa istilah itu muncul pada abad 5 H, yang disampaikan oleh Al-Hufi (w. 430 H) dalam karyanya yang berjudul Al-Burhan fi Ulum Al-Qur’an. Dengan merujuk kitab Muqaddimatani Fi Ulum Al-Qur’an yang dicetak tahun 1954 dan disunting oleh Arthur Jeffri, berpendapat bahwa istilah ulumul qur’an muncul dalam kitab Al-Mabani fi Nazhm Al-Ma’ani yang ditulis tahun 425 H.
Kitab hasil cetakannya mencapai 250 halaman itu menyajikan tentang Makki-madani, nuzul al qur’an, kondifikasi al qur’an, penulisan mushaf, penolakan terhadap berbagai keraguan yang menyangkut pengodifikasian al qur’an dan penulisan mushaf, jumlah surat dan ayat, tafsir, takwil, muhkam mutasyabih, turunnya Al-Qur’an dengan Tujuh Huruf (Sab’ah Ahruf) dan pembahasan lainnya. Lebih lanjutnya syahbah mengkritik analisis yang dikeluarkan Az-Zarqani, kritiknya itu menyangkut penyebutan istilah Ulumul Qur’an dalam kitab Al-Burhan Fi Ulumul Qur’an yang pertama kali muncul.  Ia berpendapat bhwa istilah ulumul qur’an sudah muncul sejak abad 3 H. yaitu ketika Ibn Al-Marzuban menullis kitab yang berjudul Al-Hawi Fi Ulum Al-Qur’an.
Banyaknya ilmu yang ada kaitannya dengan pembahasan Al-Qur’an menyebabkan banyak pula pembahasan ruang lingkup Ulumul Qur’an. Ilmu-ilmu Al-Qur’an mencapai 77.450. hitungan itu diperoleh dari hasil perkalian jumlah kalimat Al-Qur’an dengan empat karena tiap-tiap kalimat dalam Al-Qur’an mempunyai empat makna yaitu zhahir, batin, hadd, dan mathla.
B.     Beberapa Ruang Lingkup Pembahasan Ulumul Qur’an
1.      Persoalan turunnya al-qur’an (nuzul al-qur’an)
2.      Persoalan sanad (rangkaian para periwayat).
3.      Persoalan qira’at ( cara pembacaan al-qur’an)
4.      Persoalan kata-kata al-qur’an.
5.      Persoalan makna-makna al-qur’an yang berkaitan dengan hukum.
6.      Persoalan makna al-qur’an yag berkaitan dengan kata-kata al-quran.
C.    Fase Perkembangan Ulumul Qur’an
1.      Fase Sebelum Kodifikasi (Qobl ‘Ashr At-Tadwin)
Pada fase sebelum kodifikasi, ulumul qur’an telah dianggap sebagai benih yang kemunculannya sangat diraqsakan sejak masa Nabi. Hal itu ditandai dengan kegairahan para sahabat untuk mempelajari al-qur’an dengan sungguh-sungguh terlebih lagi diantara mereka sebagaimana diceritakan oleh Abu Abdurrahman As-Sulami, memiliki kebiasaan untuk tidak berpindah kepad ayat lain, sebelum memahami dan mengamalkan ayat yang sedang dipelajarinya.

2.      Fase Kodifikasi
Sebagaimana diketahui pada fase sebelum kodifikasi, ulumul qur’an dan ilmu-ilmu lainnya sebelum dikodifikasikan dalam bentuk kitab atau mushaf, satu-satunya yang sudah dikodofikasikan pada saat itu hanyalah Al-Qur’an. Hal it uterus berlangsung sampai ketika Ali Bin Abi Thalib memerintahkan Abu Al-Aswad untuk menulis nahwu. Perintah Ali inilah yang membuka gerbang pengodifikasian ilmu-ilmu agama dan bahasa arab, pengodifikasisan itu semakin marak dan meluas ketika Islam berada di bawah pemerintahan Bani Umayyah dan Abbasyah pada periode-0periode awal pemerintahannya.

D.    Perkembangan Ulumul Qur’an
1.      Perkembangan Ulumul Qur’an Abad II H.
Pada masa penyusunan ilmu-ilmu agama yang dimulai sejak permulaan abad II H. pada ulama memberikan prioritas atas penyusunan tafsir sebab sebab tafsir merupakan induk ulumul qur’an. Diantara ulama abad II. Adalah :
a.       Syu’bah Bin Hijjaj
b.      Sufyan Bin Umayah
c.       Sufyan Ats-Tsauri
d.      Waqi’ Bin Al-Jarrh
e.       Muqotil Bin Sulaiman
f.       Ibn Jarir Ath-Thobari

2.      Perkembangan Ulumul Qur’an Abad III H.
Pada abad III selain tafsir dan ilmu tafsir para ulama mulai menyusun beberapa ilmu Al-Qur’an (ulumul qur’an), diantaranya :
a.       Ali Bin Al-Madani, Ilmu Asbab An-Nuzul
b.      Abu Ubaid Al-Qosimi Bin Salam, Ilmu Nasikh Wa Al-Mansukh, Ilmu Qiraat, Dan Fadha’il Al-Qur’an
c.       Muhammad Bin Ayyub Adh-Dhurraits, Makki Wa Al-Madani
d.      Muhammad Bin Khalaf Al-Marzuban, Kitab Al-Hawei Fi Ulum Al-Qur’an

3.      Perkembangan Ulumul Qur’an Abad IV H.
Pada abad IV H. Mulai disusun ilmu gharib al-qur’an dan beberapa diantaranya memakai istilah ulumul qur’an, diantara kitabnya adalah ;
a.       Gharib Al-Qur’an
b.      Aja’ib Ulum Al-Qur’an
c.       Al-Mukhtazan Fi Ulum Al-Qur’an
d.      Nukat Al-Qur’an Ad-Dallah Ala Bayyan Fi Anwa Al-Qur’an Wa Al-Ahkam Al-Munbi’ah’an Ikhtilaf Al-Anam
e.       Al-Astigna’ Fi Ulum Al-Qur’an

4.      Perkembangan Ulumul Qur’an Abad V H.
Pada abad ini mulai disusun ilmu-ilmu I’rab al-qur’an dalam satu kitab. Namun demikian penulisan kitab-kitab ulumul qur’an masih terus dilakukan . ulama masa ini diantaranya :
a.       Ali Bin Ibrahim Bin Sa’id Al-Hufi
b.      Abu Amr-Dani

5.      Perkembangan Ulumul Qur’an Abad VI H.
Pada abad ini disamping ada ulama yang meneruskan pengembangan ulumul qur’an, juga terdapat ulama yang mulai menyusun ilmu mubhamat al-qu’an diantaranya :
a.       Abu Al-Qosim Bin Abdurrahamn As-Suhali, Kitab Mubhamat Al-Qur’an
b.      Ibn Al-Jauzi, Funun Al-Afnan Fi Aja’ib Al-Qur’an Dan Kitab Al-Mujtab Fi Ulum Tata’allaq Bi Al-Qur’an

6.      Perkembangan Ulumul Qur’an Abad VII H.
Pada abad VII H ilmu-ilmu Al-qur’an terus berkembang dengan mulai tersusunnya ilmu majaz al-qur’an dan ilmu qira’at. Diantara ulamanya :
a.    Alamuddin As-Sakhawi, Hidayat Al-Murtab Fi Mutasyabih
b.   Ibn ‘Abd As-Salam / Al Izz,  Ilmu Majaz Al-Qur’an
c.    Abu Syamah, Al-Mursyid Al-Wajiz Fi Ulum Al-Qur’an Tata’allaq Bi Al-Qur’an Al-Aziz

7.      Perkembangan Ulumul Qur’an Abad VIII H.
Pada abad ini muncullah ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang al-qur’an, namun demikian penulisan kitab-kitab tentang ulumul qur’an tetapo berjalan, diantaranya:
a.       Ibn Abi Al-Isba’,  Ilmu Badu’i Al-Qur’an
b.      Ibn Al-Qayyim,  Ilmu Aqsam Al-Qur’an
c.       Najmuddin Ath-0thufi,  Ilmu Hujjaj Al-Qur’an

8.      Perkembangan Ulumul Qur’an Abad IX dan X H.
Pada abad IX dan permulaan abad XH. Makin banyak karya para ulama tentang ulumul qur’an pada masa ini ulumul qur’an mencapai kesempurnaan. Diantara ulamanya antara lain :
a.       Jalaludin Al-Bulqini, Mawaqi’ An-Nujum
b.      Muhammad Bin Sulaiman Al-Kafiyaji,  At-Tafsir Fi Qowa’id At-Tafsir
c.       Jalaludin Abdurrahman Bin Kamaluddin As-Suyuti, At-Tahbir Fi Ulum At-Tafsir
Setelah as-suyuti wafat pada tahun 911 H. perkembangan ilmu al-qur’an seolah-olah telah mencapai puncaknya dan berhenti dengan berhentinya para ulama’dalam pengembangan ilmu-ilmu al-qur’an keadaan ini berlanjut sampai abad XIII H.

9.    Pengembangan Ulumul Qur’an Abad Abad Modern.
Sebagaimana penjelasan diatas, bahwa setelah wafatnya imam as-suyuti tahun 911 H, maka terhentilah gerakan penulisan al-qur’an dan pertumbuhannya sampai abad ke-XIV H. sebab pada abad ke-XIV H atau pada abad modern ini bangkit kembali kegiatan penulisan ulumul qur’an dan perkembangan kitab-kitabnya. Hal itu ditengarai dengan banyaknya ulama’ yang mengarang ulumul qur’an dan menuls kitab-kitabnya, baik tafsir maupun macam-macamnya kitab ulumul qur’an.
Diantara para ulama’ yang menulis tafsir/ ulumul qur’an pada abad modern inin adalah sebagai berikut:
a.      Ad-Dahlawi, Al-Fauzul Kabir Fi Ushulil Tafsir
b.      Thahir Al-Jaziri, At-Tibyan Fi ‘Ulumil Qur’an.
c.       Abu Daqiqah, ‘Ulumul Qur’an
d.      M. Ali Salamah, Minhajul Furqon Fi ‘Ulumil Qur’an



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Ungkapan Ulumul Qur’an berasal dari bahasa arab, yaitu Ulum dan Al-Qur’an. Kata Ulum merupakan bentuk jama’ dari kata Ilmu, Adapun Al-Qur’an sebagaimana didefinisikan sebagian ulama adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi-Nya Muhammad SAW, yang lafadz-lafadznya mengandung mukjizat, dan ditulis pada mushaf mulai dari awal Surat Al-Fatihah(1) sampai akhir Surat An-Nas(114).
Definisi umum Ulumul Qur’an adalah sejumlah pembahasan yang berkaitan dengan Al-Qur’an dan pembahasan itu menyangkut materi-materi yang selanjutnya menjadi pokok-pokok bahasan Ulumul Qur’an.
Banyaknya ilmu yang ada kaitannya dengan pembahasan Al-Qur’an menyebabkan banyak pula pembahasan ruang lingkup ulumul qur’an. Ilmu-ilmu Al-Qur’an mencapai 77.450. Persoalan turunnya al-qur’an (nuzul al-qur’an). Persoalan sanad (rangkaian para periwayat). Persoalan qira’at ( cara pembacaan al-qur’an). Persoalan kata-kata al-qur’an. Persoalan makna-makna al-qur’an yang berkaitan dengan hukum. Persoalan makna al-qur’an yag berkaitan dengan kata-kata al-quran.

B.     Saran
Demikianlah makalah Ulumul Hadits yang membahas tentang “Hadits Maudhu” ini, semoga dapat jadikan informasi untuk kita semua. Pemakalah menyadari masih banyak kekurangan dalm makalah ini baik dari segi penulisan maupun isinya, oleh karena itu kami harapkan saran dan kritikan dari teman-teman maupun dosen pengampu yang bersifat membangun untuk lebik baik dimasa yang akan datang.
Akhirnya dengan kerendahan hati pemakalah mengucapkan ribuan terimakasih atas semua pihak yang membantu menyelesaikan makalah ini. Akhir kata billahitaufik walhidayah wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.   


DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H. Abdul Djalal, H.A, Ulumul Quran, Dunia Ilmu, Surabaya. 2000

Drs. M. Ag Taufiqurrohman,. Studi Ulumul Quran Telaah Atas Mushaf Utsmani, Pustaka Setia. Bandung, 2003

M. Ag. Rosihan Anwar, Ulumul Quran, Pustaka Setia. Bandung, 2001

Syadali, Ahmad dan Rofi’i, Ahmad, ‘Ulumul Qur’an I, Bandung : CV Pustaka Setia, 2000.

Syakur Sf, M, ‘Ulumul al-Qur’an, semarang : PKPI2-FAI Universitas Wahid Hasyim, 2007.

Syaikh Manna' Al-Qatthan, Pengantar Ilmu Al-Qur'an, Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsar, 2006.